Senin, 19 Juli 2010

INFLASI

Inflasi adalah kecendurungan meningkatnya harga-harga barang secara umum dan terus-menerus.

Jenis Inflasi

Inflasi menurut sifatnya :

  • Inflasi Merayap (creeping inflation)

Laju inflasi relatif rendah kurang dari 10%/tahun, pergerakan inflasi berjalan lamban dan dalam waktu yang cukup lama. Inflasi ini tidak memberikan pengaruh yang berarti bagi perekonomian.

  • Inflasi Menengah (galloping inflation)

Kenaikan harga cukup besar (diatas 10%), sifat inflasi ini berjalan dalam tempo singkat serta berdampak akseleratif dan akumulatif, artinya inflasi bergerak dengan laju yang semakin besar.

Pengaruhnya dapat membebani masyarakat yang berpendapatan tetap, seperti pegawai negeri, buruh dan karyawan kontrak.

  • Inflasi Tinggi (hyper inflation)

Tingkat inflasi sangat tinggi, dan berdampak merusak perekonomian karena menimbulkan ketidak percayaan masyarakat terhadap nilai uang. Harga barang naik berlipat-lipat dalam jangka pendek. Inflasi ini timbul bila terjadi defisit anggaran.

Inflasi menurut besarnya :

  • Inflasi Rendah

Laju inflasi kurang dari 10%/tahun sehingga disebut juga inflasi dibawah 2 digit. Sifat inflasi ini sama dengan inflasi merayap dampaknya tidak merusak perekonomian, bahkan memberikan motivasi pengusaha untuk bergairah dalam produksi.

  • Inflasi Sedang (10% - 30%)

Pengaruhnya cukup dirasakan bagi masyarakat yang berpenghasilan tetap seperti pegawai dan karyawan lepas.

  • Inflasi Tinggi (10% - 100%)

Terjadi bila kondisi politik tidak stabil, dan menghadapi krisis yang berkepanjangan. Efek yang ditimbulkan, hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga ekonomi karena ketidak percayaan pada stabilitas nilai uang.

  • Hyper Inflation (diatas 100%)

Dampaknya menimbulkan krisis ekonomi yang berkepanjangan, fenomena ini timbul ditandai adanya pergolakan politik dan pergantian pemerintahan. Masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap uang yang beredar, sehingga perekonomian lumpuh.

Inflasi menurut sebabnya :

  • Inflasi Karena Tarikan Permintaan (demand full inflation)

Inflasi yang terjadi karena adanya kenaikan permintaan total (agregate demand) sementara produksi dalam keadaan full employment. Pada kondisi di bawah full employment, kenaikan demand total disamping meningkatkan produksi total juga menaikan harga. Kalau kondisi full employment tercapai, dorongan kenaikan permintaan total sepenuhnya akan mendorong terjadinya kenaikan harga atau inflasi.

Inflasi karena tarikan permintaan timbul jika peningkatan permintaan agregat lebih besar disbanding dengan potensi produktif perekonomian. Sehingga untuk menstabilkan harga harus diimbangi dengan kebijakan mendorong produksi sektor riil.

  • Inflasi Dorongan Biaya (cost push inflation)

Inflasi yang terjadi karena peningkatan biaya selama periode pengangguran tinggi dan penggunaan sumber daya yang kurang aktif. Biasanya fenomena ini diawali dengan peningkatan upah yang merupakan komponen utama dalam produksi.

Faktor lain yang menimbulkan kenaikan biaya produksi, kenaikan harga BBM, makanan dan pergeseran nilai tukar.

Beberapa Faktor Yang Mempengaruh Inflasi

  1. Perkembangan Jumlah Uang Beredar (money supply)
  2. Perkembangan pendapatan perkapita
  3. Penerimaan ekspor
  4. Situasi panen beras dan pasar beras dunia
  5. Kebijaksanaan moneter
  6. Kebijakan pemerintah untuk menaikkan BBM

Cara-cara Mengatasi Inflasi

Untuk mengatasi inflasi dapat dilakukan dengan mengurangi M atau V atau menaikkan T. Untuk itu ada 3 kebijaksanaan yang bisa ditempuh.

  1. Kebijaksanaan Moneter
  2. Kebijaksanaan Fiskal
  3. Kebijaksanaan Non Moneter dan Non Fiskal

Kebijaksanaan Moneter

  • Menaikan tingkat diskonto
  • Menjual surat obligasi dipasar bebas (open market selling)
  • Menaikkan cash ratio bank
  • Mengawasi kredit secara selektif

Kebijaksanaan Fiskal

  • Penurunan pengeluaran pemerintah
  • Menaikan pajak
  • Mengadakan pinjaman pemerintah

Kebijaksanaan Non Moneter dan Non Fiskal

  • Menaikkan hasil produksi
  • Kebijaksanaan upah
  • Pengawasan harga dan distribusi barang-barang

Sabtu, 17 Juli 2010

Analisis Camel


ANALISIS CAMEL

Untuk menilai kesehatan suatu Bank dapat diukur dengan berbagai metode. Penilaian kesehatan akan berpengaruh terhadap kemampuan bank dan loyalitas nasabah terhadap Bank yang bersangkutan. Salah satu alat untuk mengukur kesehatan bank adalah dengan analisis Camel. Unsur-unsur penilaian dalam analisis Camel adalah sebagai berikut:

Capital

Penilaian didasarkan kepada permodalan yang dimiliki oleh salah satu Bank. Salah satu penilaian adalah dengan metode CAR (Capital Adequacy Rasio) yaitu dengan cara membandingkan modal terhadap aktiva tertimbang menurut resiko (ATMR).

Assets

Penilaian didasarkan kepada kualitas aktiva yang dimiliki Bank. Rasio yang diukur ada 2 macam yaitu:

  1. Rasio aktiva produktif yang diklasifikasikan terhadap aktiva produktif.
  2. Rasio penyisihan pengahapusan aktiva produktif terhadap aktiva produktif yang diklasifikasikan.

Management

Penilaian didasarkan kepada, manajemen permodalan, manajemen aktiva, manajemen rentebilitas, manajemen likuiditas dan manajemen umum. Manajemen bank dinilai atas dasar 250 pertanyaan yang diajukan.

Earning

Penilaian didasarkan kepada rentabilitas suatu bank yaitu melihat kemampuan suatu bank dalam menciptakan laba. Penilaian dalam unsur ini didasarkan kepada 2 macam yaitu:

  1. Rasio laba terhadap total asset (Return on Assets)
  2. Rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional. (BOPO)

Liquidity

Yaitu untuk menilai likuiditas bank. Penilaian likuiditas bank di dasarkan kepada 2 macam rasio yaitu:

  1. Rasio jumlah kewajiban bersih Call Money terhadap aktiva lancar dan yang termasuk aktiva lancar adalah Kas, Giro pada BI, Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Surat Berharga Pasar Uang (SBPU) yang sudah diendos oleh bank lain.

Kemudian ketentuan lain yang akan mempengaruhi tingkat kesehatan bank adalah:

  1. Pelaksanaan pemberian Kredit Usaha Kecil (KUK) harus sesuai ketentuan yang berlaku.
  2. Pelaksanaan pemberian kredit ekspor sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
  3. Pelanggaran terhadap ketentuan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK).
  4. CPelanggaran terhadap Posisi Devisa Neto (PDN).

Hasil penilaian kesehatan bank dilakukan secara kuantitatif. Selanjutnya peringkat tingkat kesehatan bank digolongkan sebagai berikut:

Nilai Kredit

Predikat

81 – 100

Sehat

66 – 80

Cukup Sehat

51 – 67

Kurang Sehat

0 - <>

Tidak Sehat

Rabu, 07 Juli 2010

PARADIGMA PEMBANGUNAN EKONOMI PERTANIAN DI NEGARA YANG SEDANG BERKEMBANG

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada saat ini hampir negara maupun bangsa menginginkan adanya pembangunan. Pada dasarnya pembangunan bersifat multidimensional, yakni tidak hanya meliputi pembangunan ekonomi, melainkan juga mencakup perubahan mendasar dalam struktur sosial, sikap masyarakat, dan lembaga-lembaga nasional. Pembangunan dapat diartikan sebagai suatu proses perubahan yang dilaksanakan secara terus menerus menuju kearah yang lebih baik.

Pembangunan ekonomi dapat tercermin dari timbulnya perbaikan dalam kesejahteraan ekonomi masyarakat. Kesejahteraan masyarakat dapat dicapai jika pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan cukup tinggi, akan tetapi jika pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan oleh suatu bangsa atau negara itu rendah maka akan memperlambat laju pembangunan ekonomi itu sendiri.

Salah satu yang menjadi tolak ukur pertumbuhan ekonomi itu sendiri, yaitu dari 9 sektor ekonomi, yakni sektor pertambangan, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor keuangan dan jasa perusahaan, sektor jasa-jasa, sektor pengangkutan komunikasi, sektor konstruksi, dan sektor pertanian. Dari ke-9 sektor tersebut yang mempunyai kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia khususnya yaitu dari sektor pertanian itu sendiri. Selain dari 9 sektor ekonomi tersebut, salah satu yang dapat menjadi tolak ukur pertumbuhan ekonomi yaitu dari pendapatan per kapita suatu masyarakat.

Sektor pertanian pada saat ini khususnya sangat memerlukan pembangunan ekonomi, khususnya bagi kaum petani itu sendiri. Jika dilihat dari kontribusi yang terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara maka sektor pertanian yang memiliki kontribusi terbesar, akan tetapi hal ini tidak diikutsertakan dengan rendahnya pendapatan per kapita kaum petani itu sendiri. Sehingga hal ini bertolak belakang dengan tujuan pembangunan ekonomi pertanian yaitu untuk mencapai kesejahteraan masyarakat pertanian secara lebih merata.

Sebagaimana tujuan pembangunan ekonomi pertanian yaitu mencapai kesejahteraan masyarakat pertanian secara lebih merata, tujuan ini harus dapat dicapai melalui konsep Trilogi Pembangunan, yaitu : 1) pemerataan hasil pembangunan, 2) pertumbuhan ekonomi yang tinggi, dan 3) stabilitas nasional yang dinamis. Yang mana konsep Trilogi Pembangunan tersebut belum tercapai.

Hal ini disebabkan karena banyaknya persoalan-persoalan yang terjadi baik itu yang berhubungan langsung dengan produksi dan pemasaran hasil-hasil pertaniannya maupun yang dihadapi dalam kehidupannya sehari-hari. Salah satu yang menjadi masalah dalam pertanian itu sendiri yaitu keterbatasan modal, sehingga dengan terbatasnya modal tersebut mengakibatkan produksi yang dihasilkan juga ikut terbatas. Dan jika produksi yang dihasilkan tersebut terbatas maka profit (keuntungan) yang didapat juga ikut terbatas.

1.2. Rumusan Masalah

  • Bagaimana paradigma pembangunan ekonomi pertanian di negara yang sedang berkembang (Indonesia)?

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Kondisi Pertanian Indonesia

Indonesia masih merupakan negara pertanian, artinya pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat di tunjukkan dari banyaknya penduduk atau tenaga kerja yang mengantungkan hidupnya dan bekerja pada sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor ekonomi yang mempunyai kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi nesional sampai saat ini jika dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya.

Akan tetapi pertumbuhan ekonomi yang meningkat tidak diikut sertakan dengan adanya peningkatan kesejahteraan para petani. Hal ini disebabkan karena masih banyak permasalahan yang dihadapi oleh para petani baik yang berhubungan langsung dengan peningkatan produksi dan berkaitan dengan pemasaran hasil-hasil pertaniannya, maupun yang berkaitan dengan kemapuan yang dimiliki oleh petani dalam berusaha tani. Masalah-masalah tersebut masih menjadi faktor penghambat bagi petani untuk mengembangkan hasil pertaniannya.

Masalah-masalah yang dihadapi oleh para petani sampai saat ini antara lain, yaitu :

Jarak waktu yang lebar antara pengeluaran dan penerimaan pendapatan dalam pertanian

Perbedaan yang jelas antara persoalan-persoalan ekonomi pertanian dan persoalan ekonomi di luar bidang pertanian adalah adanya jarak waktu (gap) antara pengeluaran yang harus dilakukan para pengusaha pertanian dengan penerimaan hasil penjualan. Jarak waktu ini sering pula disebut “gestation period” (Mubyarto, 1979: 30), yang dalam bidang pertanian jauh lebih besar daripada dalam bidang industri. Di dalam bidang industri, sekali produksi telah berjalan maka penerimaan dari penjualan akan mengalir setiap hari sebagaimana mengalirnya hasil produksi.

Akan tetapi lain halnya dengan petani, misalnya saja petani padi yang harus menunggu 5-6 bulan sebelum penennya dapat dijual, hal ini pun terjadi oleh para petani lainnya misalnya perkebunan besar, seperti perkebunan tembakau atau kelapa sawit, jarak waktu antara pengeluaran dan penerimaan ini sangat besar. Keadaan yang demikian mempunyai berbagai implikasi penting dari segi ekonomi pertanian.

Dengan adanya jarak waktu (gap) yang besar, para petani berimplikasi untuk mendapatkan hasil panen yang bagus guna mendapatkan keuntungan, hal ini dikarenakan dengan adanya jarak waktu (gap) yang besar maka diantara jarak waktu mulai dari setelah memanen sampai memanen kembali membutuhkan banyak biaya yang mesti dikeluarkan oleh petani itu sendiri, baik itu untuk bibit, untuk keperluan sehari-hari seorang petani, dan pembiayaan-pembiayaan lainnya.

Jadi ciri khas dari kehidupan petani adalah perbedaan pola penerimaan pendapatan dan pengeluarannya. Pendapatan petani hanya diterima setiap musim panen, sedangkan pengeluarannya harus diadakan setiap hari, setiap minggu, atau kadang-kadang dalam waktu yang sangat mendesak sebelum panen.

Tekanan penduduk dan Pertanian

Menurut Malthus penduduk bertambah lebih cepat dibandingkan pertambahan lahan (tanah). Penduduk bertambah menurut deret ukur, sedangkan lahan (tanah) hanya bertambah menurut deret hitung. Ditinjau dari sudut ekonomi pertanian maka adanya persoalan penduduk dapat dilihat dari tanda-tanda berikut :

  1. Persedian tanah pertanian yang makin kecil
  2. Produksi bahan makanan per jiwa yang terus menurun
  3. Bertambahnya pengangguran
  4. Memburuknya hubungan-hubungan pemilik tanah dan bertambahnya hutang-hutang pertanian

Sebagaimana uraian di atas, dengan tingginya pertumbuhan penduduk, akan berdampak terhadap ketersedian lahan yang semakin kecil, dan dapat menciptakan pengangguran, serta semakin memburuknya hubungan-hubungan antara pemilik tanah pertanian dengan para petani penggarap.

Jika para petani mempunyai lahan yang lebih luas, secara tidak langsung petani tersebut memiliki kemampuan untuk memperoleh hasil pertanian yang jauh lebih besar dibandingkan dengan hasil pertanian dengan menggunakan lahan kecil. Inilah yang menjadi sebab, sehingga kenapa tanah tersebut termasuk salah satu indikator yang menjadi permasalahan dalam pembangunan pertanian itu sendiri, dan telah menjadi penyebab terbatasnya lahan karena adanya tekanan penduduk.

Pertanian Subsisten

Perkataan subsisten ini banyak sekali dipakai dalam karangan-karangan mengenai ekonomi pertanian sebagai terjemahan dari perkataan subsistence dari kata subsist yang berarti hidup. Pertanian yang subsisten dengan demikian diartikan sebagai suatu sistem bertani di mana tujuan utama dari si petani adalah untuk memenuhi keperluan hidupnya beserta keluarganya.

Namun dalam menggunakan definisi yang demikian sejak semula harus diingat bahwa tidak ada petani subsisten yang begitu homogen, dan begitu sama sifat-sifatnya satu dari yang lain. Dalam kenyataannya petani subsisten ini sangat berbeda-beda dalam hal luas dan kesuburan tanah yang dimilikinya dan kondisi-kondisi sosial ekonomi dalam lingkungan kehidupannya. Apa yang sama diantara mereka adalah, bahwa mereka memandang pertanian sebagai sarana pokok untuk memenuhi kebutuhan keluarga yaitu melalui hasil produksi pertanian itu.

Dengan definisi tersebut di atas sama sekali tidak berarti bahwa petani subsisten tidak berfikir dalam pengertian biaya dan penerimaan. Mereka juga berfikir dalam pengertian itu, tetapi tidak dalam bentuk pengeluaran biaya tunai, tetapi dalam kerja, kesempatan beristirahat dan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan upacara adat dan lain-lain. Yang dianggap sebagai hasil penerimaan adalah apa yang dapat dinikmatinya secara pribadi dan bersama-sama masyarakat. Sedangkan biaya adalah apa yang tidak dapat dinikmatinya.

2.2. Pembangunan Pertanian

Jika terdapat pandangan bahwa pembangunan ekonomi itu suatu proses untuk mengubah suatu perekonomian dari yang menghasilkan barang-barang pertanian menjadi menghasilkan barang-barang industri dan jasa, maka akan terjadi banyak penafsiran yang salah terhadap teori tahapan pertumbuhan yang dikemukakan Rostow (1960). Memahami kritik-kritik yang dikemukakan sehubungan dengan teori pertumbuhan Rostow maka negara Indonesia dengan jumlah penduduk sekitar 220 jutaan paling tidak harus tetap dapat berswasembada pangan untuk memenuhi konsumsi penduduknya.

Dalam hal ini guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat petani yaitu bagaimana menciptakan pembangunan yang berkualitas. Di masa lalu, dengan orientasi pada peningkatan produksi, maka yang menjadi motor penggerak sektor pertanian adalah usahatani dimana hasil menentukan perkembangan agrobisnis hilir dan hulu. Hal ini memang sesuai pada masa itu, karena target pembangunan sektor pertanian masih diorientasikan untuk mencapai tingkat produksi semaksimal mungkin.

Akan tetapi dewasa ini, dan terlebih lagi dimasa yang akan datang, orientasi sektor pertanian telah berubah kearah orientasi pasar. Dengan berlangsungnya perubahan preferensi konsumen yang makin menuntut atribut produk yang lebih rinci dan lengkap serta adanya preferensi konsumen akan produk olahan, maka motor penggerak sektor pertanian harus berubah dari usahatani tradisional menuju pertanian yang modern. Dalam hal ini, untuk mengembangkan sektor pertanian yang modern dan berdaya saing, agroindustri harus menjadi lokomotif dan sekaligus penentu kegiatan sub-sektor usahatani dan akan menentukan sub-sektor agrobisnis hulu.

Pengembangan sektor pertanian dapat meningkat apabila adanya peningkatan produksi, produktivitas, tenaga kerja, tanah dan modal. Akan tetapi yang terjadi yaitu sebaliknya, dimana masyarakat tidak bersemangat lagi untuk bekerja di sektor pertanian, salah satu faktor yang menyebabkan masyarakat tidak bersemangat bekerja di sektor pertanian yaitu karena rendahnya pendapatan yang didapat dari sektor pertanian itu sendiri, yang berarti kesejahteraan para petani tersebut semakin rendah. Hal ini dapat berdampak pada turunnya produksi hasil pertanian dan pada akhirnya akan berdampak juga terhadap ketahanan pangan nasional.

Selain faktor tenaga kerja salah satu yang menjadi kendala dalam sektor pertanian itu sendiri yaitu masalah tanah (lahan). Jika seorang petani itu memiliki suatu tanah (lahan) yang luas (cukup besar), ini berarti petani tersebut dapat menghasilkan produksi yang jauh lebih besar dibandingkan dengan lahan yang kecil. Salah satu faktor yang menyebabkan kurangnya ketersedian lahan yaitu pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat. Hal ini sesuai dengan teori Malthus yang mengatakan bahwa dengan semakin besarnya pertumbuhan penduduk, maka peluasan lahan akan semakin sempit. Disamping itu dengan adanya pertambahan penduduk akan mendorong permintaan akan lokasi perumahan sehingga dikota-kota besar banyak lahan pertanian yang produktif telah beralih fungsi menjadi kompleks perumahan.

Selain faktor-faktor tersebut di atas yang menjadi kendala dalam peningkatan produktivitas di sektor pertanian masih terdapat faktor lain yaitu teknologi. Teknologi merupakan suatu prasarana yang terpenting khususnya dalam sektor pertanian itu sendiri. Dengan adanya teknologi yang dapat diterapkan dalam sektor pertanian, misalnya penggunaan mesin pengolah tanah, bibit unggul, dan penggunaan teknologi tepat guna lainnya maka dapat dipastikan produksi pertanian dapat ditingkatkan baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Jika hasil pertanian kita sudah berbasis teknologi dan memberikan jaminan terhadap kualitas produksinya maka kita sudah mampu bersaing dengan negara-negara lain guna mengembangkan pembangunan ekonomi pertanian. Akan tetapi yang terjadi saat ini sektor pertanian masih bersifat tradisional dalam arti belum terlalu banyak dari petani kita yang menggunakan teknologi, disamping itu lahan yang diolah masih terbatas, kemudian sistem pengolahan pertaniannya masih subsistem.

Memang diakui bahwa tidak mudah membangun sektor pertanian di Indonesia khususnya, mengingat petani yang jumlahnya jutaan dengan luas lahan yang relatif terbatas. Bahkan ada alokasi lahan pertanian yang terpencar-pencar sehingga menyulitkan konsolidasi dan pembinaan, sarana dan prasarana yang tersedia tidak dimanfaatkan secara baik, sarana transportasi, terutama di daerah-daerah, yang kurang mendukung menyebabkan biaya produksi menjadi mahal. Disamping itu pertanian juga tidak terlepas dari decreasing returns in production karena dibatasi oleh ketersediaan lahan.

2.3. Syarat-Syarat Pembangunan Pertanian

Untuk berhasilnya suatu pembangunan pertanian diperlukan beberapa syarat atau pra-kondisi yang untuk tiap-tiap negara atau daerah berbeda-beda. Pra-kondisi itu meliputi bidang-bidang teknis, ekonomis, sosial budaya dan lain-lain. Di jepang pra-kondisi itu untuk sebagian besar berasal dari sektor pertanian sendiri berupa dana-dana yang dipergunakan untuk mengembangkan sektor industri.

Tetapi sektor industri secara simultan memproduksikan sarana-sarana produksi serta alat-alat untuk meningkatkan produksi pertanian. Petani tertarik untuk menerapkan teknologi-teknologi baru tersebut karena hasilnya memang terbukti dapat dirasakan. Peningkatan hasil-hasil produksi pertanian mendapat pasaran yang baik di kota. Perkembangan sektor industri sekaligus juga memberikan tambahan lapangan kerja. Pemerintah di samping mengadakan investasi-investasi dalam prasarana berupa jalan-jalan ekonomi dan bangunan-bangunan irigasi memberikan pula penyuluhan kepada petani dan organisasi-organisasi petani mengenai berbagai penemuan teknologi baru. Dengan demikian maka iklim yang baik diciptakan untuk merangsang kegiatan membangun bagi seluruh sektor pertanian (Mubyarto, 1979 : 194).

A.T. Mosher dalam bukunya Getting Agriculture Moving (1965) yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia telah menganalisa syarat-syarat pembangunan pertanian di banyak negara dan menggolong-golongkannya menjadi syarat-syarat mutlak dan syarat-syarat pelancar. Menurut Mosher ada 5 syarat yang tidak boleh tidak harus ada untuk adanya pembangunan pertanian. Kalau satu saja syarat-syarat tersebut tidak ada maka terhentilah pembangunan pertanian, pertanian dapat berjalan terus tapi statis. Syarat-syarat mutlak itu menurut Mosher adalah :

  1. Adanya pasar untuk hasil-hasil usaha tani.
  2. Teknologi yang senantiasa berkembang.
  3. Tersedianya bahan-bahan dan alat-alat produksi secara lokal.
  4. Adanya perangsang produksi bagi petani, dan
  5. Tersedianya pengangkutan yang lancar dan berkelanjutan.

Di samping syarat-syarat mutlak yang 5 tersebut menurut Mosher ada 5 syarat lagi yang adanya tidak mutlak tetapi jikalau ada (atau dapat diadakan) benar-benar akan sangat memperlancar pembangunan pertanian. Yang termasuk syarat-syarat atau sarana pelancar itu adalah :

  1. Pendidikan pembangunan.
  2. Kredit produksi.
  3. Kegiatan gotong royong petani.
  4. Perbaikan dan perluasan tanah pertanian.
  5. Perencanaan nasional daripada pembangunan pertanian.

Jika semua syarat-syarat tersebut tersedia dengan baik dan dapat diakses oleh semua masyarakat tani atau para petani maka dapat dipastikan pembangunan disektor pertanian dapat ditumbuh kembangkan sehingga dapat menjadi sektor andalan secara nasional. Dan inipun akan berdampak terhadap peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat tani atau para petani. Jika tingkat kesejahteraan para petani semakin baik tentu mereka akan lebih bersemangat dan termotivasi untuk bekerja lebih keras dan professional untuk meningkatkan usaha pertaniannya.

DAFTAR PUSTAKA


Doll, J. P., Rhodes, V., West, J.G., Economics of Agricultural Production Market and Policy, Home III: Richard D. Irwin Inc., 1986.

Hallet, Graham, The Economics of Agricultural Policy, Oxford: Basil Blackwell, 1971.

Hayami, Yujiro. 2001, Development Economics, From the Poverty to the Wealth of Nations Second Edition, Oxford University Inc., New York.

Mubyarto, 1979. Pengantar Ekonomi Pertanian, LP3ES, Yogyakarta.

Seokartawi, 2004. Petani Indonesia dalam Menghadapi Persaingan Global Universitas Brawijaya, Malang.


Kamis, 20 Mei 2010

PENGANGGURAN

Pengangguran adalah suatu keadaan dimana seseorang yang tergolong dalam angkatan kerja ingin mendapatkan pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya. Seseorang yang tidak bekerja, tetapi tidak secara aktif mencari pekerjaan tidak tergolong sebagai penganggur. Sebagai contoh, ibu rumah tangga yang tidak ingin bekerja karena ingin mengurus keluarganya tidak tergolong sebagai penganggur.

Berdasarkan kepada faktor-faktor yang menimbulkannya, pengangguran dapat dibedakan kepada tiga jenis, antara lain :

  1. Pengangguran Konjungtur
  2. Pengangguran Struktural
  3. Pengangguran normal atau Pengangguran Friksional

Ketiga jenis pengangguran tersebut dapat dikelompokkan sebagai Pengangguran Terbuka, yaitu dalam periode di mana tenaga kerja menganggur mereka tidak melakukan sesuatupun pekerjaan. Disamping itu di negara-negera berkembang biasa dapat didapati beberapa bentuk pengangguran lain, yaitu :

  1. Pengangguran Tersembunyi
  2. Pengangguran Bermusim
  3. dan Setengah Menganggur
Pengangguran Konjungtur (cyclical unemployment) adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan-perubahan dalam tingkat kegiatan perekonomian. Pada waktu kegiatan ekonomi mengalami kemunduran, perusahaan-perusahaan harus mengurangi kegiatan memproduksinya. Dalam pelaksanaannya hal itu berarti jam kerja dikurangi, sebahagian mesin memproduksi tidak digunakan dan sebahagian tenaga kerja diberhentikan. Dengan demikian kemunduran ekonomi akan menaikkan jumlah dan tingkat pengangguran.

Pengangguran Struktural, pertumbuhan dan perkembangan ekonomi selalu diikuti oleh perubahan struktur dan corak kegiatan ekonomi. Perkembangan perekonomian dalam jangka panjang, misalnya akan meningkatkan peranan sektor industri pengolahan dan mengurangi kegiatan pertambangan dan pertanian. Juga industri-industri rumahtangga dan industri kecil-kecilan akan mengalami kemunduran dan digantikan oleh kegiatan industri yang menghasilkan barang yang sama tetapi menggunakan peralatan yang lebih canggih. Perubahan struktur dan kegiatan ekonomi sebagai akibat perkembangan ekonomi dapat menimbulkan masalah pengangguran yang dinamakan Pengangguran Struktural.

Ada dua kemungkinan yang menyebabkan pengangguran struktural :

  1. Sebagai akibat dari kemerosotan permintaan
  2. Sebagai akibat dari semakin canggihnya teknik memproduksi

Faktor yang kedua memungkinkan sesuatu perusahaan menaikkan produksi dan pada waktu yang sama mengurangi pekerja. Pengangguran yang diakibatkan oleh kemajuan teknik memproduksi dinamakan Pengangguran Teknologi.

Salah satu contoh dari pengangguran struktural yang diakibatkan oleh kemerosotan permintaan adalah pengangguran yang berlaku di kalangan tukang jahit dan tukang sepatu tradisional sebagai akibat perkembangan industri garmen dan sepatu modern.

Pengangguran Normal, apabila dalam suatu periode tertentu perekonomian terus menerus mengalami perkembangan yang pesat, jumlah dan tingkat pengangguran akan menjadi semakin rendah. Pada akhirnya perekonomian dapat mencapai tingkat penggunaan tenaga kerja penuh, yaitu apabila pengangguran tidak melebihi dari 4 persen. Pengangguran yang berlaku dinamakan Pengangguran Normal. Segolongan ahli ekonomi menggunakan istilah Pengangguran friksional (frictional unemployment) atau Pengangguran Mencari (search unemployment) sebagai ganti istilah pengangguran normal.

Pengangguran normal bukanlah wujud sebagai akibat dari ketidakmampuan mendapatkan pekerjaan. Ia berlaku sebagai akibat dari keinginan untuk mencari kerja yang lebih baik.

Akibat-Akibat Buruk Pengangguran

Kebanyakan ahli-ahli ekonomi berpendapat bahwa pengangguran struktural dan pengangguran normal bukanlah merupakan masalah pengangguran yang perlu dirisaukan. Mereka menganggap pengangguran tersebut timbul sebagai akibat dari berlakunya pertumbuhan ekonomi. Pengangguran normal terutama wujud sebagai akibat dari pertumbuhan ekonomi yang teguh yang mampu meminimumkan tingkat pengangguran dalam perekonomian. Pertumbuhan ekonomi yang cepat mengakibatkan pula perombakan dalam struktur kegiatan ekonomi dan meningkatkan penggunaan teknologi yang lebih canggih. Dengan demikian pengangguran normal dan struktural merupakan pengangguran yang tidak dapat dielakkan.

Pengangguran yang lebih serius masalahnya dan yang menimbulkan berbagai akibat buruk kepada perekonomian dan masyarakat adalah Pengangguran Konjungtur. Pertumbuhan ekonomi yang lambat , yang diselang-seling dengan kemunduran ekonomi (resesi) akan menambah jumlah dan persentasi pengangguran. Keadaan kekurangan kesempatan kerja dan kelesuan kegiatan produksi dan perdagangan akan lebih nyata kelihatan. Pengangguran konjungtor yang serius akan menimbulkan beberapa akibat buruk ke atas kestabilan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Untuk tujuan analisis, akibat buruk dari pengangguran akan dibedakan kepada dua aspek :

  1. Akibat buruk ke atas perekonomian
  2. Akibat buruk ke atas individu dan masyarakat

Akibat Buruk Ke Atas Kegiatan Perekonomian

Setiap negara selalu akan berusaha agar tingkat kemakmuran masyarakat dapat dimaksimumkan dan perekonomian selalu mencapai pertumbuhan ekonomi yang teguh. Tingkat pengangguran yang relatif tinggi tidak memungkinkan masyarakat mencapai tujuan tersebut. Hal ini dapat dengan jelas dilihat dari memperlihatkan berbagai akibat buruk yang bersifat ekonomi yang ditimbulkan oleh masalah pengangguran. Akibat-akibat buruk tersebut dapat dibedakan secara berikut :

  1. Pengangguran menyebabkan masyarakat tidak mamaksimumkan tingkat kemakmuran yang mungkin dicapainya.
  2. Pengangguran menyebabkan pendapatan pajak pemerintah berkurang.
  3. Pengangguran tidak menggalakkan pertumbuhan ekonomi.

Akibat Buruk Ke Atas Individu dan Masyarakat

Pengagguran akan mempengaruhi kehidupan individu dan kestabilan sosial dalam masyarakat. Beberapa keburukan sosial yang diakibatkan oleh pengangguran adalah :

  1. Pengangguran menyebabkan kehilangan mata pencarian dan pendapatan.
  2. Pengangguran dapat menyebabkan kehilangan ketrampilan.
  3. Pengangguran dapat menimbulkan ketidakstabilan sosial dan politik.

Pengangguran Di Negara-Negara Berkembang

Jenis-jenis pengangguran yang telah diterangkan sebelum ini (pengangguran konjungtur, struktural dan normal) adalah pengangguran sepenuh waktu, yaitu para penganggur sama sekali tidak melakukan kerja-kerja yang bersifat mencari nafkah pada waktu mereka tergolong sebagai penganggur. Dengan demikian orang dengan nyata dapat melihat bahwa mereka benar-benar tidak melakukan sesuatu kerja dan dalam keadaan menganggur. Penganggur seperti itu dinamakan Pengangguran Terbuka.

Didalam suatu perekonomian dapat berlaku keadaan di mana segolongan pekerja melakukan pekerjaan-pekerjaan untuk memperoleh pendapatan tetapi pekerjaan itu :

  • Tidak menambah tingkat produksi yang dicapai.
  • Dilakukan di dalam waktu yang singkat sehingga jam kerja mereka adalah jauh lebih sedikit dari jam kerja yang semestinya dilakukan dalam suatu jangka waktu tertentu.
Apabila corak pekerjaan yang dilakukan oleh segolongan tenaga kerja dalam perekonomian itu mempunyai salah satu sifat diatas, maka mereka dapat dipandang juga sebagai penganggur. Pengangguran yang termasuk dalam golongan ini adalah sebagai berikut :
  1. Pengangguran Tersembunyi
  2. Pengangguran Musiman
  3. Setengah Penganggur.

Pengangguran Tersembunyi, apabila dalam sesuatu kegiatan perekonomian jumlah tenaga kerja sangat berlebihan pengangguran bersembunyi atau pengangguran tak kentara dapat berlaku.

Pengangguran Musiman, bentuk pengangguran lain yang sering kali wujud di sektor pertanian di negara-negara berkembang adalah pengangguran musiman. Yang dimaksudkan dengan pengangguran musiman adalah pengangguran yang terjadi pada waktu-waktu tertentu di dalam satu tahun.

Setengah Menganggur, kelebihan penduduk di sektor pertanian di negara-negara berkembang, yang disertai oleh pertambahan penduduknya yang cepat dari tahun ke tahun, telah menimbulakn percepatan dalam proses urbanisasi (perpindahan penduduk dari desa ke kota).

Senin, 10 Mei 2010

ORGANISASI PEMBELAJAR MENUNTUT MANUSIA

YANG MEMILIKI KOMPETENSI GLOBAL

Globalisasi membuat dunia makin “sempit”, aliran tenaga kerja antar negara makin mudah, dan akibat langsungnya adalah lapangan kerja antar negara makin terbuka, artinya persaingan kerja semakin kompetitif. Persaingan akan ditentukan oleh jumlah lapangan kerja yang tersedia dibandingkan dengan jumlah pencari kerja. Indonesia yang berpenduduk lebih dari 200 juta jiwa tentu dapat menyediakan pencari kerja yang sangat banyak. Ini artinya Indonesia membutuhkan lapangan kerja yang cukup banyak, untuk meminimasi tingkat pengangguran. Namun masalahnya, lapangan kerja yang tersedia diperebutkan oleh pencari kerja dari seluruh dunia. Pada kondisi seperti ini tentu akan berlaku hukum : “Siapa negara yang memiliki manusia yang lebih berkualitas akan memenangkan persaingan bisnis global, dan sekaligus akan lebih menarik bagi para pencari kerja global.

Dalam menghadapi tantangan dunia kerja saat ini, tidak cukup hanya membekali para pencari kerja dengan kemampuan akademis semata. Mengapa? Karena, kebanyakan institusi pendidikan formal yang ada di negara kita sampai saat ini, hanya mampu memberikan ppengetahuan dengan cara pendekatan kognitif atau transfer pengetahuan, kurang diimbangi oleh pemberian keterampilan kerja, apalagi menyiapkan perilaku kerja yang baik. Dunia kerja menuntut kompetensi lain yang mengacu kepada profesionalisme. Untuk itu, apa yang sudah diberikan oleh institusi pendidikan formal, perlu dilengkapi oleh institusi pendidikan non formal yang dapat memberikan pendidikan dan pelatihan praktis.

Terkait dengan tuntutan dunia kerja global, minimal terdapat 10 kompetensi (generik) yang harus dimiliki para pekerja global, (Moran dan Riesenberger, 1994), sebagai jaminan untuk dapat bekerja dengan rasa aman dan sejahtera ketika bekerja sebagai karyawan global, yaitu :

  1. Kompetensi lingkungan, yaitu kemampuan memahami lingkungan internasional atau minimal memahami kondisi lingkungan negara dimana ia ditempatkan. Dengan memahami lingkungan kerja tersebut, akan menumbuhkan ketenagakerjaan dan kedamaian dalam bekerja.
  2. Kompetensi analitik, yaitu kemampuan untuk menganalisis peluang pasar , persyaratan, prosedur dan mekanisme kerja di negara dimana ia ditempatkan. Hal tersebut dapat meminimasi kekagetan akibat adanya perubahan peraturan, maupun kebijakan makro yang sering tidak terduga. Dengan memiliki kemampuan analisis ini, minimal mempengaruhi tumbuhnya rasa aman dalam bekerja.
  3. Kompetensi stratejik, yaitu kemampuan menyusun dan mengembangkan stratejik didasarkan analisis ke depan dank e belakang (backward and forward linkages). Hal ini sangat membantu untuk memilih alternative terbaik dalam memanfaatkan setiap peluang bagi jaminan dan kesejahteraan karyawan maupun dirinya.
  4. Kompetensi fungsional, yaitu kemampuan untuk merancang program dalam mengantisipasi setiap peluang dan perubahan yang mungkin terjadi, sehingga dapat terhindar dari dampak negatif yang tidak diinginkan, seperti pemutusan hubungan kerja, perlakuan diskriminatif, atau gaji tidak dibayar. Dengan memiliki kompetensi fungsional, seorang pekerja dapat mendeteksi secara lebih dini dari akibat yang mungkin timbul di masa yang akan datang.
  5. Kompetensi manajerial, yaitu kemampuan untuk mengelola setiap kegiatan, baik kegiatan pemasaran, lobi, maupun negosiasi, sehingga dapat mengantisipasi dengan cepat, tepat dan meminimasi resiko. Kompetensi ini sangat penting untuk menjamin kelangsungan kerja, perpanjangan kontrak kerja maupun kesempatan untuk dapat bekerja lagi di luar negeri.
  6. Kompetensi profesi, yaitu kemampuan menguasai keterampilan secara professional atau keahlian pada suatu bidang tertentu, sehingga dapat dimanfaatkan ketika mencapai purna kerja. Hal ini sangat bermanfaat selain untuk dirinya juga bagi pembangunan nasional.
  7. Kompetensi sosial, yaitu kemampuan untuk menyesuaikan/beradaptasi dengan suasana dan kondisi kerja di negara baru, sehingga mampu menyatu dan mengaktualisasikan diri dengan lingkungan sosial masyarakat maupun di tempat kerja setempat. Hal ini sangat bermanfaat untuk mampu memahami adat istiadat, budaya kerja, hal-hal yang boleh dan tidak boleh atau dilarang di sebuah negara atau bangsa.
  8. Kompetensi intelektual, yaitu kemampuan untuk mengembangkan intelektualitas dan daya nalar, yang sangat dibutuhkan agar mampu beradaptasi dengan tuntutan perubahan, perkembangan ilmu, kemajuan masyarakat dan sebagainya.
  9. Kompetensi individu, yaitu kemampuan untuk mengarahkan dan menggunakan keunggulan yang dimilikinya, baik keunggulan yang terkait dengan ilmu pengetahuan dan teknologi maupun talenta-talenta lain yang dimilikinya.
  10. Kompetensi perilaku (behavior), yaitu kemampuan untuk bersikap terbuka (transparan) dan objektif dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi jabatannya, baik sebagai manajemen atau karyawan global.

Minggu, 09 Mei 2010

PENGANTAR EKONOMI PEMBANGUNAN


PEMBENTUKAN MODAL DAN PEMBANGUNAN EKONOMI

Pembentukkan modal merupakan faktor paling penting dan strategis di dalam proses pembangunan ekonomi, bahkan disebut sebagai kunci utama menuju pembangunan ekonomi. Proses ini berjalan melewati tiga tingkatan, yakni : (1) kenaikan volume tabungan nyata yang tergantung pada kemauan dan kemampuan untuk menabung, (2) keberadaan lembaga kredit dan keuangan untuk menggalakkan dan menyalurkan tabungan agar dapat dialihkan menjadi sesuatu yang dapat diinvestasikan, dan (3) penggunaan tabungan untuk tujuan investasi dalam barang-barang modal pada perusahaan.

Kecenderungan menabung di negara terbelakang atau berkembang biasanya rendah. Salah satu cara untuk meningkatkan tabungan adalah melalui tabungan paksa. Terdapat tiga cara yang dapat ditempuh mengumpulkan tabungan paksa, yakni : pajak, keuangan deficit dan pinjaman dari masyarakat.

Pajak

Pajak (tax) merupakan salah satu metode tabungan paksa yang paling potensial. Pengenaan pajak baru, peningkatan pajak yang ada dan penerapannya secara ketat akan menurunkan pendapatan disposable (pendapatan perorangan yang tersedia untuk dikonsumsi atau diinvestasikan) dan kemudian menurunkan konsumsi domestic. Sedangkan untuk pajak progresif atas pembelanjaan, bunga modal, kekayaan mendadak, rumah mewah dan pendapatan yang tidak dibelanjakan dapat berfungsi sebagai pencegah kemungkinan penggunaan tabungan pada tujuan-tujuan tidak produktif. Metode ini tidak menimbulkan inflasi. Tujuan jalur yang tidak produktif dan mengalihkan ke kantong pemerintah demi pembentukan modal.

Keuangan Defisit

Keuangan defisit adalah suatu instrument penting bagi pembentukkan modal. Dengan menaikan pendapatan dan menurunkan konsumsi nyata, keuangan defisit akan menaikan tabungan masyarakat. Cara ini bersifat inflasioner, sehingga harus ditempuh dalam dosis rendah, kalau tidak kenaikan harga mungkin akan mengakibatkan situasi membelit atau situasi spiral yang merupakan tanda bahaya bagi perekonomian, dimana dengan adanya inflasi, maka malapetaka akan tampil. Jika inflasi tak dapat dikendalikan, maka pada suatu saat akan dapat merusak keseluruhan proses pembangunan.

Pinjaman Dari Masyarakat

Pinjaman dari masyarakat dapat dilakukan dengan cara paksa dan sukarela. Pinjaman masyarakat dengan cara paksa tidak akan berhasil dilakukan di negara-negara terbelakang ataupun negara sedang berkembang yang demokratis. Sedangkan secara sukrela tidak begitu berhasil karena rendahnya potensi menabung, langkanya pasar saham dan uang, serta adanya suku bunga yang cukup tinggi yang mampu menarik para penabung perorangan. Dalam rangka mensukseskan pinjaman dari masyarakat maupun perorangan, sekaligus pembentukkan modal dapat dilakukan berbagai upaya, seperti : pembukaan bank tabungan dan bank komersial, asuransi khususnya yang berkaitan dengan dana pinjaman hari tua atau program jaminan sosial lainnya bagi masyarakat, serta berbagai jenis surat berharga lainnya yang dapat menjadi sarana untuk menanamkan kebiasaan menabung.

Pembuntukkan modal merupakan kunci menuju pembangunan, modal dapat menggantikan peranan buruh dan sumber lainnya. Dengan rasio modal output (capital output ratio) tertentu, pembentukkan modal bisa meningkatkan output yang kemudian memberikan surplus bagi investasi lebih lanjut, dengan demikian akan meningkatkan pula output dan pendapatan.

Masalah yang lebih penting adalah bagaimana dapat menjamin agar investasi dapat disalurkan kejalur yang lebih produktif. Memang secara teoritik, pembentukan modal (investasi) merupakan suatu faktor produksi yang dapat diproduksikan. Hal ini mengandung makna bahwa apabila modal dapat digunakan dengan sebaik-baiknya, maka akan dapat menambah hasil (output) yang lebih banyak lagi.



PERTUMBUHAN PENDUDUK DAN PEMBANGUNAN EKONOMI

Pertumbuhan penduduk merupakan perubahan yang menyebabkan bertambahnya penduduk di suatu wilayah (Negara, daerah kecamatan, desa dan sebagainya).

Berdasarkan kajian empiris, pertambahan penduduk di suatu wilayah disebabkan oleh :

  • Didominasi angka fertilitas (kelahiran).
  • Mortalitas (angka kematian) lebih kecil dari fertilitas.
  • Banyaknya migran yang masuk dari pada yang keluar.
  • Jika fertilitas sama dengan mortalitas, maka terdapat angka migrasi neto yang positif.

Menurut Bakong Suyatno (2006), pertumbuhan penduduk dapat terjadi apabila:

  • Fertilitas lebih tinggi dari pada mortalitas.
  • Mortalitas lebih rendah dari fertilitas, meskipun terdapat migrasi neto positif.
  • Tidak ada migrasi neto.
  • Ada migrasi neto negatif, tetapi tidak cukup besar untuk mengimbangi kelebihan fertilitas.
  • Mortalitas sama dengan fertilitas, namun migran neto positif.

Selanjutnya Ia mengatakan bahwa penurunan jumlah penduduk dapat terjadi apabila :

  • Mortalitas lebih tinggi daripada fertilitas.
  • Tidak ada migrasi neto.
  • Bila migrasi neto positif, tidak dapat menutup kekurangan penduduk akibat mortalitas yang lebih tinggi.
  • Mortalitas lebih rendah daripada fertilitas dan migran neto negatif cukup besar untuk menghapus tambahan penduduk yang disebabkan oleh keseimbangan dari elemen-elemen vital.
  • Mortalitas dan fertilitas sama, namun migran neto adalah negetif.

Dalam teori kependudukan, terdapat komunitas atau kelompok penduduk yang dikategorikan sebagai penduduk produktif dan non produktif. Kelompok penduduk produktif dimaksudkan sebagai kelompok yang dapat menghasilkan barang dan jasa untuk keperluan hidup. Seballiknya yang dimaksudkan dengan kelompok non produktif adalah kelompok yang tak menghasilkan barang dan jasa.

Penduduk Sebagai Modal Pembangunan

Penduduk sebagai modal pembangunan adalah kelompok atau masyarakat yang mempunyai kontribusi terhadap pembangunan, baik dalam skala nasional, regional maupun lokal. Kaitannya dengan uraian diatas, maka unsur-unsur yang termasuk dalam kategori penduduk sebagai modal pembangunan adalah manusia (penduduk) yang produktif, manusia pekerja dan manusia bermoral (etis).

Setiap aktivitas menunjukkan dampak positif terhadap kegiatan pembangunan. Sebagai contoh dari segi ekonomi bahwa setiap aktivitas dapat membawa keuntungan (peningkatan output) bagi kepentingan pembangunan.

Penduduk Sebagai Beban Pembangunan

Seperti diungkapkan di atas, bahwa penduduk sebagai modal pembangunan adalah kelompok atau masyarakat yang mempunyai kontribusi terhadap pembangunan, baik dalam skala nasional, regional maupun lokal.

Sebaliknya apabila penduduk yang tidak produktif, tidak bekerja (pengangguran) dan tidak bermoral, maka kategori penduduk tersebut diistilahkan sebagai beban pembangunan.

Pengangguran merupakan indikator yang sangat berpengaruh terhadap pembangunan ekonomi, dikarenakan yang dikategorikan pengangguran dapat bermakna, disamping ia tidak menghasilkan barang dan jasa, juga dapat menguras hasil yang diperoleh pekerja. Di samping itu, perilaku pengangguran dalam masyarakat sering menciptakan ketidakstabilan (kekacuan).

Pertumbuhan penduduk yang terjadi dapat berdampak positif dan negatif terhadap pembangunan ekonomi tergantung dari produktif dan non produktif suatu penduduk. Jika semakin besar pertumbuhan penduduk dan diikuti dengan non produktif maka akan memperlampat pembangunan ekonomi suatu Negara. Begitu juga sebaliknya jika pertumbuhan penduduk diiringi dengan penduduk yang produktif maka akan membantu dalam pembangunan ekonomi.



TEORI PERTUMBUHAN SEIMBANG

Pada teori pembangunan berimbang (balanced development theory) yang sering juga disebut dengan The Big Push Theory, semua sektor baik sektor pertanian, pertambangan dan galian industri, kontruksi ataupun sektor jasa dan lain-lain, secara keseluruhan dibangun dalam suatu tahap.

Tujuan akhir dari pada teori ini adalah untuk dapatnya menciptakan suatu lompatan dari kondisi keseimbangan tertentu dibidang perekonomian kearah keadaan keseimbangan lain di bidang perekonomian pada tingkat yang jauh lebih tinggi.

Dalam kenyataannya teori ini hanya sesaui untuk negara-negara yang telah maju, misalnya saja untuk mengatasi masalah stagnasi dalam perekonomian pada suatu saat tertentu. Teori pembangunan sektoral secara berimbang ini banyak mengandung kelemahan antara lain :

  • Dalam pembangunan berimbang diperlukan suatu lembaga perencanaan sentral yang cukup kuat dan tangguh. Dapat dibayangkan mampukah seorang ataupun sekelompok perencana mengambil suatu keputusan yang tepat dalam masalah yang kompleks dan serba heterogen dalam proses perekonomian tersebut.
  • Dalam melaksanakan program pembangunan berimbang tersebut perlu suatu jumlah permodalan baik yang berupa kapital, tenaga, innovator, entrepreneur, managerial maupun kelembagaan yang cukup banyak dan kuat. Dalam kenyataannya berbagai faktor tersebut di atas adalah khususnya di negara-negara yang sedang berkembang.
  • Keberhasilan teori ini baik di USA ternyata telah memakan waktu lebih dari setengah abad.



TEORI PERTUMBUHAN TIDAK SEIMBANG

Sebaliknya dalam teori pembangunan tidak berimbang (unbalanced development theory), investasi penggunaannya dikosentrasikan pada suatu atau beberapa sektor perekonomian mengingat akan terbatasnya dana serta faktor produksi. Investasi tersebut pada umumnya akan ditunjukkan pada sektor yang bersifat intensif dalam penggunaan tenaga kerja serta relatif kecil akan kebutuhan modal.

Disamping itu tipe pembangunan macam ini lebih mengutamakan pada asas efek complementaitas yang tinggi dalam proses aktivitas perekonomian. Namun demikian untuk memilih satu atau beberapa sektor pendobrak dari keterbelakangan ini tidak mudah. Untuk ini diperlukan kecermatan serta tingkat kecerdasan dan tingkat intuisi yang cukup peka terhadap medan sektoral yang akan dibangun.

Keuntungan bagi pembangunan tak berimbang ini antara lain, yaitu :

  • Investasi yang diperlukan jumlahnya tidak sedemikian besar seperti bila dibandingkan dengan kebutuhan investasi pada pembangunan berimbang.
  • Keperluan akan tenaga perencana pelaksana dan pengawasan pembangunan serta penambahan lembaga pengelola administrative pembangunan tidak sebanyak serta sekompleks seperti pada pembangunan berimbang, sehingga keputusan dapat diambil secara cepat dan mendekati ketepatan.
  • Pembangunan tidak berimbang dapat direncanakan dengan system disentralisasi yang lebih luas.
  • Dapat dimanfaatkan oleh negara yang sedang berkembang.